

Siapakah orang yang terlalu hebat hingga dapat mengerti isi hati orang lain? Hati bagaikan hujan deras yang turun ke atas bumi dengan cepat, menghitung tiap tetesnya adalah hal bodoh yang ingin aku lakukan. Aku adalah salah seorang korban dari sang penipu hati, sesosok yang pernah aku lihat sebagai malaikat tercantik yang dapat merubah menjadi iblis paling kejam dalam sesaat, Hatiku adalah tempat persinggahan terbodoh yang pernah aku tawarkan pada Zee, gadis terakhir yang kucintai, karena dengan mudahnya ia meninggalkanku begitu saja, tanpa alasan apapun, dan setelah aku mengetahui alasannya perlahan, alasannya sederhana, ia mendapat yang lebih baik, lalu mencampakanku begitu saja? Begitulah hidup, jika mengharapkan keadilan darinya, kau adalah orang paling gila yang hidup sampai saat ini.
“Maaf,..” Kata ini spontan terucap dari bibirku saat seorang gadis menabrakku tiba-tiba, padahal idealnya dia yang harusnya minta maaf. Tapi yang ada kini malah ia mencaci-makiku bertubi-tubi, menyerangku dengan senjata kata-kata tajam, kadang kala seseorang yang bersalah terlihat paling benar dari sisinya sendiri, bukankah begitu? Aku mengangkat wajahku, dan ia diam, ia kini jadi tertunduk, ia adalah Zee, seseorang yang dari 3 bulan yang lalu, tak pernah bicara denganku, bahkan menyapa pun tidak. Aku hanya tersenyum, dan ia pergi secepat kilat, jadi kemana ocehan selama ini? Ia memang tak pernah berubah, masih menjadi Zee yang dulu aku kenal, gadis cantik banyak bicara yang temperamental, ya sudahlah, aku hanya menganggapnya sebagai bagian dari hidupku yang terlewat dan tak harus dikenang.
Aku merebahkan diri di tempat tidur, berusaha membayangkan apa yang akan terjadi esok, hari kedua aku melakukan wawancara untuk penelitian transgenderku. Aku tak berharap banyak, aku hanya ingin semuanya berjalan baik-baik saja.
————————–————————–————————–
Aku datang agak siang hari ini, ketika matahari telah sampai dipuncaknya, aku tak mau mengganggu pekerjaan Fla, aku hanya meminta waktunya sebentar hari ini, aku masuk ke salon yang sama, dan merasakan keharuman yang sama seperti kemaren.
“Eh, yang bener dong!! Ga professional banget sih! Dasar banci!!” Terdengar bentakan dari suara seseorang. Aku berusaha dengan cepat ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dan ternyata suara itu aku kenal, wajahnya pun tak akan aku lupakan, Zee, dia yang bersikap emosional hari ini. Aku hanya melihat dari belakang, dan betapa kagetnya aku melihat sosok “Banci” yang ia marahi, Fla, subjek yang akan ku wawancarai hari ini.
“Kalo memang ga bisa kerja, mending sana mangkal aja di jalan!” Katanya lagi sambil membanting beberapa perlengkapan yang ada diatas meja. Sementara Fla hanya diam, dia tertunduk dan meminta maaf dengan terus menerus. Setelah menanyakan kejadiannya dengan cepat ternyata alasan kejadian itu adalah model rambut yang tidak sesuai dengan yang diinginkan, dan aku benar-benar mengenal Zee, dia akan marah besar jika hal itu terjadi, karena ia adalah iblis cantik yang ingin semuanya terlihat sempurna, tak ada goresan sedikit pun.
Zee tetap dengan caki makinya seperti biasanya, dan betapa kagetnya aku ketika ia datang menghampiri Fla, ia melayangkan tangannya ke atas wajah Fla, ia akan memukulnya, sungguh keterlaluan. Aku yang tadinya tak ingin ikut campur kini harus ikut campur, aku menahan tangan Zee, tangan lembut dan halus yang dulu selalu rasakan, namun sekarang berubah total, berubah menjadi tangan tak berperasaan.
“Cukup..” Kataku di depan wajah Zee, ia kaget dan hanya diam, mungkin kehadiranku membuatnya tak nyaman, setelah kejadian ia mencampakanku 3 bulan yang lalu, dan membentakku tanpa alasan kemarin, itu cukup membuat perasaannya bersalah.
“Kamu ga pernah berubah, Kamu bukan satu-satunya orang yang harus dimengerti didunia ini, pikirkan juga perasaan orang lain.” Kataku padanya.
“Udahlah mas, ga apa-apa kok, memang saya yang salah.” Fla berkata dari belakang sambil mencoba menenangkan diriku yang mulai terbawa dengan suasana hari itu.
“Oh, jadi lo kenal sama banci ini, dan lo lebih milih untuk belain dia??” Zee tidak terima dengan sikapku itu. Sementara aku masih menahan tangannya, ia berusaha meronta dengan kuat, ia mengambil tasnya dan beranjak pergi, ia hilang dengan segera, seperti kebiasaanya, marah-marah,lalu pergi begitu saja, dia ternyata belum berubah.
“Kamu ga apa-apa?” Tanyaku pada Fla. Sementara ia hanya tersenyum, caranya tersenyum seperti yang pernah kulukiskan sebelumnya, bukan senyum palsu seperti yang orang lain biasa berikan.
————————–————————–————————–
Siang setelah kejadian pertengkaran itu aku kembali memulai wawancaraku dengannya, memang keadaannya kini berubah, tadinya aku kira akan menjadi tidak nyaman, tapi ternyata wawancara kali ini lebih menarik, Fla menceritakan apapun yang aku tanyakan dengan terang-terangan, ia berusaha untuk tidak menutupi apapun, aku kagum padanya, ia sungguh tegar dengan semua cercaan yang muncul. Ia tidak terlihat seperti orang yang tidak “normal” bagiku ia sangat normal dengan keadaannya sekarang, mungkin mereka yang terlihat “normal” itulah yang sebenarnya perlu ditanyakan kenormalannya. Dan aku pun melanjutkan pertanyaan-pertanyaanku.
“Jadi, bagaimana perasaan anda ketika ada orang lain yang tidak nyaman dengan kondisi diri anda?” Tanyaku padanya, setiap pertanyaan yang aku tanyakan memang agak “riskan” tapi aku berusaha untuk berani menanyakannya.
“Aku udah biasa kok digituin, Cuma sedikit aja orang yang mau nerima ‘kita’ jadi ya berusaha maklum aja..” Katanya dengan wajah agak murung. Aku merasa agak bersalah dengan pertanyaanku kali ini.
“Pernah jatuh cinta?” Tanyaku lagi padanya.
“Emm, pernah…” Jawabnya sambil agak tersipu.
“Jatuh cinta pada orang seperti apa?” Tanyaku lagi.
“Emmmm….” Ia tidak menjawab pertanyaanku itu. Mungkin belum waktunya untuk bertanya seperti itu, mungkin lain kali ia akan menjawab pertanyaanku itu. Setelah banyak bertanya, kini aku mulai mengerti bahwa apa yang terjadi padanya sekarang tak lebih dari “sakit hati” yang dipupuk terus, ia kecewa terhadap keluarga, serta semua orang disekitarnya, dan menurutnya menjadi seperti sekarang adalah keputusan terbaik. Itulah pilihannya, aku hanya berharap suatu hari nanti, ia dapat menemukan keputusan yang “lebih baik” daripada apa yang ia rasa “terbaik” tapi hari ini aku sungguh melihat suatu pribadi yang berbeda dari sosok yang tadinya aku pikirkan, apa yang dulu aku pikirkan jauh berubah, dan kau tahu kawan apa yang ada dipikiranku sekarang? Ternyata “waria” yang kini aku kenal lebih “wanita” dari semua wanita yang pernah berbicara denganku. Sungguh ironis, dan mungkin tanggapanku juga terlewat aneh.
————————–————————–————————–————————–——-
Besok adalah hari terakhir dari sesi wawancaraku, akhirnya ini berakhir juga, tapi ini membuatku takut, takut bukan karena aku akan dibilang tidak normal, atau kesulitan penelitianku nantinya, aku takut jika “mereka” terhina lagi, aku takut jika mereka tidak mendapat posisi yang seharusnya dimasyarakat, aku takut ketika mereka harus menahan tangisannya kembali dan menumpuk luka di hatinya, betapa ingin aku mengenal mereka lebih jauh, dan memulihkan semua hinaan dan tangisan, menggantikannya dengan hal yang dapat membuat mereka tersenyum kembali.
Malam itu, Sekembalinya aku kekamar, aku membereskan semua hal yang aku pakai untuk wawancara sebelumnya, aku merapikan diri, merebahkan diriku ke tempat tidur, hari yang cukup melelahkan juga. Tiba-tiba handphoneku bergetar, panggilan masuk, seorang teman kuliah menelponku.
“Zee kecelakaan,..” Katanya singkat. Aku kaget, lalu terbangun dengan segera, meski ia terlihat “jahat” tapi aku sungguh menaruh perhatian padanya. Tanpa pikir panjang Aku menanyakan alamat rumah sakitnya dan langsung kesana. Entah kenapa aku merasa bersalah dengan kejadian tadi. Meskipun entah siapa yang harusnya minta maaf.
————————–————————–————————–
Tercium bau khas rumah sakit ketika aku beranjak masuk, suasana serba putih, padahal secara psikologis, warna ini sering menimbulkan depresi pada beberapa pasien, warnanya terlalu tegang, dan aku juga sangat tegang hari ini. Tapi betapa kagetnya aku melihat Fla ada disini, dirumah sakit ini, tepat di lantai 3, kamar 317, di depan kamar Zee dirawat, apa yang dia lakukan disini?
“Fla,..” Kataku.
“Apa yang kamu lakukan disini?” tanyaku lagi
“Aku….”
“daks”

Tidak ada komentar:
Posting Komentar